Ketika booming istilah karakter di dunia pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum, tidak sedikit sekolah-sekolah baik negeri maupun swasta berbondong-bondong untuk menerapkannya.Penekanan karakter yang terdapat kurikulum lebih difokuskan pada peserta didik yang selama ini dianggap sudah jauh dari karakter bangsa Indonesia.

Seiring dengan perubahan muatan kurikulum yang mengedepankan muatan karakter peserta didik inilah, kemudian pemangku kepentingan berlomba-lomba untuk mendapatkan informasi yang actual tentang penerapannya dalam kegiatan belajar mengajar.

Berbagai macam bentuk kegiatan dilakukan oleh pejabat dan pemangku kepentingan untuk meningkatkan kompetensi tenaga pendidiknya. Hebatnya lagi, kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan oleh sekolah-sekolah favorit yang punya banyak duit sampai sekolah yang tidak punya duit.

Bagi sekolah-sekolah favorit atau sekolah-sekolah yang diunggulkan kegiatan peningkatan mutu pendidikan dan penerapan karakter dalam kegiatan belajar mengajar tentulah sangat mudah, baik dari segi sumber daya manusianya – tenaga pendidiknya – maupun finasilanya. Sementara bagi sekolah-sekolah yang sumber daya manusianya jauh dari harapan apalagi dengan kemampuan secara finansialnya yang pas-pasan, kegiatan itu hanyalah sebagai sebuah ceremonial untuk mengikuti arus yang ada dalam kurikulum.

Walhasil, menyentuhkah kepada pemangku kepentingan pada akar yang paling bawah, muatan pendidikan karakter yang ada dalam kurikulum? Apakah hanya untuk peserta didik saja muatan pendidikan karakter disekolah? Bagaimana dengan karakter tenaga pendidiknya?

Dari sudut pandang lain, timbullah pertanyaan dari berbagai fenomena diatas, yang mungkin menjadi pekerjaan rumah bagi kita. Pertanyaan yang mungkin harus dijadikan sebagai renungan utnuk kita pecahkan bersama. Bagamana muatan pendidikan berkarakter bisa diterapkan dalam kegiatan pembelajaran sementara karakter tenaga pendidiknya sama sekali belum tersentuh.